Tuesday, 7 December 2010

Fundamental Kuat, Calon Macan Ekonomi Asean

Prospek ekonomi dunia pada masa mendatang tetap disokong kalangan negara-negara berkembang (emerging market). Fluktuasi ekonomi global yang terjadi belakangan ini membawa dampak signifikan bagi kolapnya ekonomi negara-negara maju. Karena itu, sejumlah negara maju yang terpuruk tersebut masih disibukkan dengan recoverry.
Di samping itu, saat ini muncul kekhawatiran baru dengan kemunculan China sebagai raksasa ekonomi. Sejumlah pengamat menilai China yang digadang-gadang sebagai tulang punggung atas keterpurukan ekonomi global berada di gerbang bubble (gelembung) yang sewaktu-waktu meledak. Artinya, dalam jangka pendek situasi China belum aman untuk ladang investasi. "Baik China dan India sudah tidak menguntungkan untuk investasi. Saat ini suku bunga dan inflasi pada kedua negara itu sudah sedemikian rupa tinggi. Efeknya, investor mulai menghitung ulang untuk mencari negara yang bisa memberi keuntungan investasi lebih besar," ungkap Michael Tjaojadi, Direktur Utama Schroder Invesment di Jakarta, belum lama ini.
China sebut Michael, sejatinya pada wilayah bagian Barat dan Tengah kondisinya sangat mengenaskan. Infrastruktur berantakan dan masih jauh dari memadai. Pemerataan ekonomi belum tersaji dengan merata dan bisa dinikmati oleh penduduk setempat. Pendeknya, ketimpangan yang mendera daerah Tengah dan Barat China itu sangat berpotensi melahirkan distorsi dan ketidakstabilan horizontal secara komunal. "Situasi dan kondisi ini tidak banyak terekspose. Sebenarnya ngeri juga kalau dalam jangka pendek ini terjadi ledakan. Situasi itu, akan menguntungkan bagi wilayah seputar Tiongkok," imbuh Michael.
Situasi tersebut sedikit merubah peta aliran investasi pada 2011. Diperkirakan dana masuk yang melimpah ke daratan Asia Timur akan memutar menuju kawasan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara hanya ada dua negara yang paling menjanjikan. Yaitu Vietnam dan Indonesia. Sementara Malaysia sibuk dengan pertengakaran politik dan keributan berbau sara. Begitu pun dengan Thailand yang belum stabil dari segi keamanan. Thaksin Sinawathra dan pendukungnya terus berjuang kembali meraih kuasa. "Sejak penghujung 2008, baik Vietnam dan Indonesia menjadi saluran aliran dana asing. Dan, itu akan tetap berlanjut," tandasnya.
Ada tiga alasan dan pertimbangan investor melirik Indonesia dan Vietnam sebagai terminal akhir investasi. Pertama soal regulasi kedua infrastruktur dan ketiga kebijakan fiskal dan moneter. Dari ketiga situasi itu, Vietnam unggul dalam satu kunci yaitu regulasi. Aturan dan pemberian ijin begitu tegas dan tidak bertele-tele. Sementara kebijakan fiskal dan moneter serta infrastruktur jauh tertinggal. "Negara kita kuat di sektor regulasi dan kebijakan fiskal dan moneter yang belum di atur di Vietnam. Mata uangnya saja pake USD dan lokal," tuturnya.
Selain itu, inflasi Vietnam Oktober tercatat 1,33 persen dan November 1,8 persen. Suku bunga sebesar 8 persen dan utang pemerintah mencapai 48 persen. Defisit toleransi untuk emerging market sekitar -3,2 persen dan Vietnam tercatat -7,8 persen. "Ini artinya secara politik dan ekonomi, sumber daya manusia indonesia lebih menguntungkan ketimbang Vietnam," jelas Michael.
Makanya sebut Michael, untuk mengikat aliran dana yang masuk harus diperkuat di sektor infrastruktur. Pemerintah telah bertekad membenahi infrastruktur sedemikian rupa. Dan, berdasar kalkulasi kasar guna membenahi infrastruktur emerging market setidaknya menghabiskan belanjang USD 21,7 triliun sejak 2008-2018. "Ini jelas pangsa pasar untuk investasi," ucapnya.
Di samping itu, dana yang bergulir baik pada surat utang pemerintah (SUN), dan pasar modal sejatinya bisa diikat dan bertahan lama di dalam negeri. Di ranah pasar modal juga harus ditingkat edukasi dan sosialisasi. Perusahaan harus di dorong go public supaya likuiditas lebih bergairah. Selama ini pasar modal dikenal tidak lebih dari sekadar ajang judi. "Ini tanggungjawab bersama. Perusahaan harus go public dengan basis investor lokal," urainya. Micheal mencontohkan India banyak perusahaan kecil bisa mencari dana di pasar modal untuk ekspansi. Tidak mengherankan bila emiten yang tercatat lebih dari 6 ribu. Kesadasaran investor tinggi dan nilai transaksi harian bisa mencapi lebih dari USD 3 Miliar. "Kita boro-boro USD 3 miliar," pungkasnya. (*)

No comments:

Post a Comment