Tuesday, 21 December 2010

Fitch Ragu Naikkan Rating Investasi Indonesia

Fitch Rating tidak percaya diri (PD) menaikkan peringkat investasi Indonesia pada level tujuan investasi (investment grade). Pasalnya, emiten belum mampu mempercantik diri secara maksimal. Efeknya, para pemodal belum bisa menjangkau dan mengakses emiten secara konfrehensif.
Tragisnya, investor yang mengakses pasar modal domestik tidak lebih dari kalangan spekulan. Ini yang membuat biaya investasi (cost of fund) membengkak dan menjadi beban investor. Karena itu, Fitch hanya menempatkan outlook investasi dalam kategori stabil. “Mungkin kondisi itu akan tetap bertahan hingga dua tiga tahun ke depan,” ungkap Baradita Katoppo, Country Head Indonesia Fitch Ratings, di Jakarta, Selasa (21/12).
Saat ini, peringkat investasi Indonesia masih berada di level BB+, atau setingkat di bawah level tujuan investasi, yakni BBB-. Penetapan itu umumnya baru akan berubah ketika outlook meningkat dari level stabil ke level positif. Namun jika melihat beberapa faktor yang ada saat ini, perubahan itu sepertinya belum akan bisa dilakukan dalam waktu dekat. “Sebab rasio penerimaan pajak (tax ratio) kita masih relatif kecil. Kemudian pendapatan per kapita penduduk Indonesia juga masih tergolong rendah, belum lagi jika menilik Foreign Direct Investment (FDI) kita yang belum suistanable (stabil),” lanjut Baradita.
Tetapi bukan berarti peluang Indonesia menuju investment grade tertutup. Kemungkinan itu diyakini masih akan tetap ada, namun dalam batas waktu yang belum bisa ditentukan. Itu pun dengan catatan tidak ada gangguan kinerja pasar saham dan surat utang (obligasi) di Indonesia. Pada tahun depan, aliran dana asing diproyeksikan masih akan tetap deras dan membawa pasar modal bertumbuh positif. “Target saya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bisa menembus level 4.429. Nilai itu dilihat berdasarkan analisis teknikal terhadap siklus pergerakan bursa saham domestik,” tutur Muhammad Alfatih analis teknikal dari PT Samuel Sekuritas, di Jakarta.
Sedangkan secara fundamental, pasar modal masih akan kedatangan banyak penawaran saham umum perdana, penggabungan usaha dan akuisisi serta penerbitan saham terbatas. “Ini tentu akan menambah semarak perjalanan pasar modal Indonesia ke depan,” sambung Edwin Sebayang analis dari PT Bhakti Securities, di Jakarta.
Berdasarkan data yang dihimpun, setidaknya akan ada delapan perusahaan yang siap untuk melakukan Initial Public Offering (IPO), satu perusahaan yang akan melakukan proses merger dan akuisisi serta dua buah perusahaan yang berencana menerbitkan right issue. Tidak jauh beda dengan pasar saham, jumlah penerbitan obligasi korporasi juga diprediksi bakal menyentuh rekor baru. “Sebab kebutuhan akan modal kerja dan investasi juga mengalami peningkatan, dan penerbitan obligasi merupakan salah satu alternatif pendanaan yang memiliki biaya paling rendah,” kata Baradita.
Sebagai negara yang memiliki banyak perusahaan, Indonesia dinilai akan sangat potensial menjadi acuan pasar obligasi di dunia. Hal itu didasarkan atas besarnya penawaran dan permintaan (supply and demand) akan surat utang di negara kita. “Apalagi pada kuartal satu dan dua tahun 2011, kemungkinan akan menumpuk. Untuk kuartal satu saja kami perkirakan akan ada penerbitan obligasi korporasi senilai Rp 4-5 triliun, terutama berasal dari lembaga keuangan seperti perbankan,” jelas Baradita.

No comments:

Post a Comment