Saham-saham berbasis komoditas tidak bisa mengelak efek buruk bencana gempa dan Tsunami Jepang. Itu menyusul melorotnya harga komoditas mengikuti anjloknya harga minyak dunia. Tetapi, dampak paling buruk akibat bencana gempa dan Tsunami Jepang adalah PT United Tractor dan PT Hexindo Adiprakasa Tbk (HEXA).
"Saya rasa dua perusahaan itu yang terkena dampak langsung. Sebab, keduanya merupakan rujukan utama dalam urusan penjualan alat berat yang selama ini berkiblat ke Jepang. Dan, memang keduanya dari sana," ungkap Billy Budiman, Head of Tecnical Analyst Prosperindo Securities, ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (16/3).
Meski begitu, sambung Billy, pengerutan harga minyak dunia itu hanya bersifat sementara. Dalam jangka pendek hal tersebut akan ada perubahan signifikan. Artinya, koreksi yang terjadi pada harga minyak tersebut akan segera pulih. Dengan begitu, harga komoditas akan mengikuti perubahan tersebut. "Saya pikir harga komoditas akan segera pada skema awal. Tetapi, untuk pemulihan bencana Jepang masih membutuhkan waktu panjang," imbuhnya.
Sementara harga saham HEXA pada perdagangan kemarin memang masih berdiam di zona merah. Itu setelah mengalami koreksi 100 poin (1,63 persen) ke posisi Rp 6050 pada volume 2,7 juta lembar. Sedangkan saham UNTR mulai pulih setelah balik arah dengan menguat 50 poin (0,23 persen) ke Rp 22,150 dengan valume 4,7 juta lembar.
Sementara itu pergerakan saham berbasis energi juga tampak melempem. Disinyalir, penurunan harga saham itu mengikuti pergerakan harga minyak dunia. PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) dan PT Bumi Resources (BUMI). Pada penutupan perdagangan kemarin, saham PGAS tercatat anjlok 50 point (1,35 persen) menjadi Rp 3.650. Sementara kinerja saham BUMI yang pada sesi satu sempat anjlok sebesar 1,65 persen berakhir stagnan di posisi Rp 3025. Seperti yang diketahui, harga minyak dunia sempat anjlok 4 persen menjadi USD 97,18 di New York. Pasca penutupan perdagangan, harga minyak berada di posisi USD 96,23 per barel atau turun 1 persen. Melorotnya harga minyak itu mengurangi permintaan bahan bakar alternatif seperti gas dan batubara.
Di sisi lain kinerja PT International Nikel Indonesia (INCO) belum beranjak dari zona merah. Pada penutupan perdagangan kemarin, saham perseroan berada di posisi Rp 4.650 atau turun 50 point (1,35 persen). Penurunan saham INCO disinyalir akibat melorotnya harga nikel dan timah dunia. Alhasil, kondisi itu mengurangi outlook kinerja perusahaan produsen nikel terbesar di Indonesia itu. Sebagai catatan, kontrak harga timah turun 4,3 persen menjadi USD 24.705 per metrik ton di London kemarin. Sementara, harga timah anjlok 4,4 persen menjadi USD 28.600 per ton, terbesar sejak 16 November lalu. (*)
No comments:
Post a Comment