Kinerja saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terus melorot. Pada penutupan perdagangan kemarin kembali terkoreksi 10 poin (1,89 persen) ke posisi Rp 520. Itu artinya, hingga detik ini saham GIAA telah tergerus 30 persen sejak listing perdana pada harga Rp 750 per lembar awal Februari lalu.
Kondisi tersebut menyimpan bahaya. Salah satunya adalah rawan dikuasai asing. Itu terjadi apabila tidak ada aksi penyelamatan dari semua pihak. Asing akan masuk sebagai pengendali kalau saham GIAA terus terjun hingga ke titik terendah. ”Sedih saya membayangkannya kalau emiten BUMN jatuh ke pangkuan tangan asing. Ini harus ada skema penyelamatan,” ujar Faisal Basri lewat akun twitternya @faisalbasri belum lama ini.
Untuk saat ini, yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kepemilikan saham maskapai penerbangan milik pemerintah itu oleh investor domestik untuk jangka waktu cukup lama. Hanya dengan cara itu, kejatuhan harga saham perseroan bisa diredam secara perlahan. ”Ya, misalnya koleksi saham perseroan dalam durasi waktu setahun,” imbuhnya.
Dengan syarat, Garuda juga harus terbang lebih tinggi dengan bersedia kerja keras, meningkatkan kinerja, dan lebih inovatif lagi. ”Jangan boros, jangan dulu ekspansi ke Eropa dan Amerika. Pekuat pasar domestik,” Faisal mengusulkan.
Dengan pembenahan mendasar diyakini kinerja Garuda bisa meningkat. Dengan demikian maka investor akan lebih tertarik untuk memiliki saham perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia itu. ”(dengan berbagai upaya itu) Insya Allah harga saham Garuda setahun ke depan naik perlahan dan menguntungkan bagi yang memegangnya,” terusnya.
Faisal mengatakan, harus ada langkah antisipasi kemerosotan industri penerbangan akibat kenaikan harga minyak. Sebab, menurutnya sekitar 30 persen biaya operasi penerbangan disedot oleh bahan bakar. Lebih lanjut Faisal menyoroti bahwa IPO Garuda tidak terlepas dari ketidakpiawaian pemerintah dalam mengatur strategi. ”Yang nikmati rejeki (dari privatisasi itu) adalah Garuda. Rejeki yang tidak sepantasnya, akibat Meneg BUMN "main kayu". Yang menderita adalah 3 BUMN lain,” ungkapnya.
Ketiga BUMN lain yang dimaksud adalah para underwriter; Danareksa Securities, Mandiri, dan Bahana. ”Inilah akibat pejabat yang tak paham liku-liku pasar saham. Muncul penyelamatan yang tabrak kiri-kanan, yang berpotensi melanggar hukum,” terangnya. Yang paling berpotensi ditabrak adalah ketentuan MKBD (modal kerja bersih disesuaikan) sebesar Rp 25 miliar oleh para perusahaan underwriter. Untuk menghindarinya, kata Faisal, harus akrobat. Akrobat berpotensi melanggar ketentuan lainnya. ”Harus akrobat lagi,” sebutnya. Yang mengkhawatirkan, menurutnya, para penjamin emisi menjual sebagian saham Garuda untuk cut loss. Akibatnya harga saham Garuda bisa turun lagi. (*)
No comments:
Post a Comment