Tuesday, 25 January 2011

Kurang Seksi, Investor Asing Tak Lirik Saham Garuda

Penetapan harga saham perdana (Initial Public Offering/IPO) PT Garuda Indonesia bakal diputuskan hari ini. Tetapi, yang jelas banderol harga yang dimunculkan bakal berhadapan dengan kondisi pasar yang sedang labil. Meki begitu, mnajemen tetap menginginkan harga tertinggi dikisaran Rp 1100.
Spekulasipun merebak kalau harga IPO Garuda itu tergolong mahal. Sebab, merujuk rentang harga yang dijajakan kepada investor antara Rp 750-1100, mendapat banyak keluhan. Sejumlah analispun mengungkap harga ideal IPO Garuda adalah dikisaran Rp 850-900. Itu sejalan dengan kondisi Price Earning Ratio (PER) 13x macam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Kalau saya melihatnya harga termantap di level Rp 850. Itu mengacu pada kondisi pasar yang sedang tidak menentu," ungkap Billy Budiman, Head Of Tecnical Analyst PT Batavia Prosperindo Sekuritas, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (25/1).
Billy menyebutkan kalau harga dipaksakan dikisaran tertinggi Rp 1100, bukan hanya kemahalan. Sejumlah investor akan berpikir dua kali untuk menjadikan saham Garuda sebagai target koleksi. Apalagi, dalam pasar domestik belum ada track record emiten sejenis. "Investor belum punya referensi cukup mengenai kemungkinan likuid tidaknya saham perseroan," imbuh Billy.
Memang betul sebut Billy, Garuda punya back up kuat sebagai perusahaan pelat merah. Tetapi perlu diingat sambung dia, investor asing termasuk domestik tidak gegabah dalam memilih portofolio saham. Untuk memilih saham sebagai ladang investasi, paling tidak emiten bersangkutan mempunyai fundamental yang cukup kuat. "Pasar sedang terpuruk dan Garuda belum punya pengalaman di lantai bursa. Selain itu, industri dirgantara yang masuk bursa baru Garuda. Jadi, investor tidak punya perbandingan dan akan sangat hati-hati," imbuhnya.
Menanggapi minimnya penyerapan investor asing Billy menilai itu masih wajar. Berkaca pada kondisi pasar yang sedang tidak menentu, investor asing akan sangat hati-hati untuk membeli saham perdana Garuda. Ini sekaligus sebagai bukti kalau emiten pelat merah tidak selalu menjadi idola. Sebab, akan percuma kalau labanya tidak tumbuh-tumbuh. "Asing itu sangat jeli," tukasnya.
Sementara itu berkembang rumor di kalangan pelaku pasar harga perdana Garuda ditetapkan dilevel Rp 650. Harga itu merupakan harga kompromi dengan kondisi pasar yang sedang memburuk. Di samping itu, juga merupakan harga diskon sebesar 20 persen dari range harga terendah Rp 750. "Saya rasa harga Rp 650 itu oke. Dan, saya merekomendasikan kepada investor untuk menyerapnya," tambah Viviet S Putri, Analis Anugerah Secorindo Indah, ketika dihubungi terpisah.
Sedangkan Nico J Omer, Vice President Vallbury Securities menyebutkan dari serangkaian roadshow yang dilakukan, penawaran saham Garuda kurang mendapat respon. Investor asing pada sejumlah negara tetangga yang dikunjungi rata-rata menyambut dingin. Itu membuktikan, saham IPO Garuda tidak mendapat respon positif. "Saya juga bingung melihat fakta tersebut," ucap Nico.
Nico menilai range harga yang dipatok Garuda terlalu mahal. Hal tersebut tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Sebab, menilik kondisi market yang sedang tidak menentu, manajemen dan penjamin pelaksana emisi (PPE) harus berhati-hati menawarkan harga kepada investor. "Ya, ini cukup jadi pelajaran berharga," ucapnya.
Sekadar diketahui, sejatinya Kementerian Badan Usaha Millik Negara (BUMN) bakal merilis penetapan harga IPO Garuda pada Selasa (25/1) kemarin. Tetapi, itu dibatalkan dengan alasan belum mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Alasan Kementerian BUMN tersebut dinilai klise dan terkesan mengada-ada. Sebab, penetapan harga itu sepenuhnya menjadi wewenang underwriter dalam hal ini Bahana Sekuritas, Mandiri Sekuritas dan Danareksa. "Itu ranah underwriter bukan Bapepam-LK," tegas Nico. (*)

No comments:

Post a Comment