
Industri telekomunikasi benar-benar berada di bawah titik nadir. Itu setidaknya bila menilik kinerja sejumlah emiten yang bergerak bidang halo-halo itu sepanjang 2010. Di mana mayoritas emiten dibekap rugi dan mengkhawatirkan.
PT Mobile-8 Telecom Tbk (FREN) misalnya merilis rugi bersih Rp 1,401 triliun pada 2010, dibadning periode sama tahun lalu dikisaran Rp 724,39 miliar. Pendapatan berkurang ditambah beban usaha meningkat menambah penderitaan perseroan. Pendaptan anjlok ke level Rp 376,511 miliar, turun 25,36 persen dari periode sebelumnya, Rp 504,49 miliar. Beban usaha naik menjadi Rp 1,243 triliun menjadikan rugi usaha operator FREN ini mencapai Rp 867,386 miliar.
Selanjutnya, kondisi sama dialami PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Anak usaha Bakrie itu laba bersihnya merosot 90 persen menjadi Rp 9,975 miliar dibanding 2009 dikisaran Rp 98,442 miliar. Laba per saham juga turun dari Rp 3,46 menjadi Rp 0,35 per saham. Laba usaha melorot ke posisi Rp 190,803 miliar, dibanding 2009 sebesar Rp 279,258 miliar. Pendapatan usaha turun tipis menjadi Rp 2,742 triliun dibanding 2009 sebesar Rp 2,765 triliun. Sementara beban usaha meningkat dari Rp 2,463 triliun di 2009 menjadi Rp 2,574 triliun pada 2010. Beban pajak juga meningkat dua kali lipat dari Rp 47,272 miliar di 2009 menjadi Rp 82,557 miliar di 2010. Hingga akhir tahun 2010, BTEL tercatat memiliki aset Rp 12,352 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp 11,425 triliun. Sebelumnya, PT Indosat Tbk (ISAT) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 56,8 persen menjadi Rp 647,2 miliar pada 2010 dari Rp 1,49 triliun di 2009.
Sementara PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) hanya membukukan kenaikan laba bersih sangat tipis bahkan dikategorikan flat pada 2010 menjadi Rp 11,53 triliun atau naik 1,22 persen dari sebelumnya Rp 11,39 triliun. Pendapatan usaha stagnan sebesar Rp 68,62 triliun dibanding 2009 sebesar Rp 67,67 triliun. Rerata pos penjualanTelkom tercatat naik tipis, beberapa bahkan ada yang turun yaitu pos pendapatan telepon fixed line (telepon rumah atau kantor) menjadi Rp 3,73 triiun dan jaringan Rp 1 triliun.
Praktis hanya, PT XL Axiata Tbk (EXCL) yang berkinerja paling muncer. Itu setelah perseroan membukukan laba bersih naik 69 persen dari Rp 1,70 triliun pada 2009 menjadi Rp 2,89 triliun pada 2010. ”Kalau kemarin mereka pada ramai-ramai melakukan ekspansi. Kondisi itu membawa pelaku usaha mengalami beban tinggi. Tantangan ke depan adalah bagaimana mereka tetap survive,” ucap Leo Herlambang, Pengamat Pasar Modal, di Jakarta akhir pekan lalu.
Fakta itu sebut Leo, membuat investor mencari cara terbaik untuk tetap bisa eksis. Strategi baru mesti mereka rancang agar tidak tertinggal oleh pesaing. Nah, kalau pelaku usaha biasa-biasa saja merespon market, maka hasil akhirnya hanya tinggal menunggu waktu. “Seluruh jurus harus dimaksimalkan,” tuturnya. (*)
No comments:
Post a Comment